Beranda | Artikel
Keadaan Salafush Shalih di Malam Hari (2)
Senin, 10 Mei 2004

BEBERAPA GAMBARAN MENGENAI QIYAAMUL LAIL

Keadaan Salafush Shalih di Malam Hari
8. Imam Abu Hanifah rahimahullah
Jika seseorang telah terkenal, keutamaannya telah tersiar, dan ilmunya telah bertambah, maka dia akan menjadi seperti lautan yang tidak ada tepiannya. Demikianlah halnya dengan Abu Hanifah.

Diriwayatkan dari Asad bin ‘Amr, bahwa Abu Hanifah melakukan shalat ‘Isya’ dan Shubuh hanya dengan satu wudhu’ selama empat puluh tahun (semalaman dia tidak tidur dan tidak melakukan hal-hal yang membatalkan wudhu’-Pent).[1]

Diriwayatkan dari al-Qadhi Abu Yusuf, dia berkata, “Ketika aku berjalan bersama Abu Hanifah, tiba-tiba aku mendengar seseorang berkata kepada orang lain: ‘Ini dia Abu Hanifah, dia tidak tidur semalaman.’ Lalu Abu Hanifah berkata: ‘Demi Allah, dia tidak menceritakan tentang diriku dengan apa yang tidak aku lakukan.’ Maka dia selalu menghidupkan malamnya dengan shalat, tunduk patuh kepada Allah dan berdo’a.”[2]

Yazid bin al-Kumait berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang sangat takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, pada suatu malam ketika waktu ‘Isya’, ‘Ali bin al-Husain, seorang muadzin membacakan kepada kami surat az-Zalzalah, sedangkan Abu Hanifah berada di belakangnya. Lalu Abu Hanifah berdiri melakukan shalat hingga Shubuh sambil berkata, ‘Wahai Rabb Yang membalas kebaikan sebesar biji sawi dengan kebaikan pula, wahai Rabb Yang membalas kejahatan sebesar biji sawi dengan kejahatan pula, lindungilah an-Nu’man (nama asli Abu Hanifah), hamba-Mu ini dari api Neraka dan dari kejahatan apa yang mendekatkan kepadanya, masukkanlah dia ke dalam luasnya rahmat-Mu.`”[3]
Ada sebuah sya’ir berbunyi:

أَعِدْ ذِكْرَ نُعْمَانَ لَنَا إِنْ ذَكَـرَهُ
كَمَا الْمِسْكُ مَا كَرَرَتْهُ يَتَضَوَّعُ

Ulangilah dzikir an-Nu’man untuk kami, sesungguhnya dzikirnya itu
Bagaikan minyak misik yang semerbak harumnya, tidak akan aku ulangi
.

9. Imam Malik bin Anas rahimahullah
Dia adalah Abu ‘Abdillah, pendiri madzhab, pembawa hujjah umat ini dan imam negeri Hijrah (Madinah).

Az-Zubair bin Habib berkata, “Aku pernah melihat Malik ketika memasuki satu bulan, dia menghidupkan malam pertama bulan tersebut dan aku mengira bahwa dia melakukan ini hanyalah untuk membuka bulan tersebut dengannya.”[4]

Fathimah binti Malik berkata, “Malik selalu melakukan shalat setiap malam pada bagiannya, maka ketika tiba malam Jum’at, dia menghidupkan seluruhnya.”

Al-Mughirah berkata, “Aku pernah keluar pada suatu malam setelah orang-orang benar-benar telah tertidur, lalu aku melintasi Malik bin Anas, aku melihatnya tengah berdiri melakukan shalat. Tatkala dia selesai dari bacaan al-Faatihah, dia mulai membaca surat at-Takaatsur:

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ. حَتَّى زُرْتُمُ الْمَـقَابِرَ. كَلاَّ سَوْفَ تَعْلَمُونَ. ثُمَّ كَلاَّ سَوْفَ تَعْلَمُونَ. كَلاَّ لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ. لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ. ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ. ثُمَّ لَتُسْئَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

‘Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat Neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Lalu dia menangis cukup lama dan kemudian dia pun mengulangi ayat ini dan kembali menangis. Apa yang aku dengar dan aku lihat dari sosok Malik ini telah membuatku melupakan keperluanku yang membuatku keluar untuknya. Tiada henti-hentinya aku berdiri, sedangkan dia tetap mengulang-ulang ayat tersebut dan menangis hingga terbit fajar. Tatkala dia melihat fajar telah jelas, barulah dia ruku’. Kemudian aku pulang ke rumahku, lalu aku berwudhu’ dan kemudian pergi ke masjid, tiba-tiba Malik sudah berada di tempatnya (di masjid) dan jama’ah ada di sekelilingnya. Tatkala memasuki waktu Shubuh, aku melihat pada wajahnya tampak cahaya dan keindahan darinya.”

Abu Mush’ab berkata, “Malik selalu memanjangkan ruku’ dan sujud dalam wiridnya (aktifitas yang selalu dilakukan setiap hari) dan ketika dia berdiri dalam shalatnya, seakan-akan dia itu laksana sebatang kayu kering yang tidak bergeming sedikit pun.”

Ibnul Mubarak berkata, “Ketika aku melihat Malik, aku melihatnya termasuk orang-orang yang khusyu’. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengangkat dengan suatu rahasia antara diri-Nya dan dia.”[5]

10. Imam asy-Syafi’i rahimahullah
Dia adalah imam pada masanya, orang alim pada zamannya, pembela hadits dan ahli fiqih agama ini.

Al-Hafizh Ibnu ‘Asakir meriwayatkan bahwa pada suatu hari Imam asy-Syafi’i membaca ayat:

هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ جَمَعْنَاكُمْ وَاْلأَوَّلِينَ. فَإِن كَانَ لَكُمْ كَيْدٌ فَكِيدُونِ. وَيْلُ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِينَ

Ini adalah hari keputusan; (pada hari ini) Kami mengumpulkanmu dan orang-orang yang terdahulu. Jika kamu mempunyai tipu daya, maka lakukan-lah tipu dayamu itu terhadap-Ku, kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang men-dustakan.” (Al-Mursalaat/77: 38-40), maka tiada henti-hentinya dia menangis hingga pingsan, semoga Allah merahmatinya.[6]

Ada yang mengatakan bahwa setiap bulannya, Imam asy-Syafi’i mengkhatamkan al-Qur-an sebanyak tiga puluh kali.[7]

Husain al-Karabisi berkata, “Aku pernah bermalam bersama Imam asy-Syafi’i, maka kira-kira selama sepertiga malam, dia melakukan shalat dan aku tidak melihatnya membaca lebih dari lima puluh ayat, jika pun lebih banyak, maka dia hanya membaca seratus ayat. Dia tidak melewatkan satu ayat rahmat pun, melainkan dia meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dirinya sendiri dan untuk seluruh kaum muslimin. Dan dia tidak melewatkan satu ayat adzab pun, melainkan dia berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala darinya dan dia meminta keselamatan untuk dirinya sendiri dan seluruh kaum muslimin, seakan-akan padanya telah terhimpun harapan dan kecemasan.”[8]

Ibnu Katsir mengomentari ungkapan di atas: “Demikianlah ibadah yang sempurna, yaitu jika di dalamnya terhimpun harapan dan kecemasan, sebagaimana di sebutkan dalam hadits shahih bahwa ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati ayat rahmat, maka beliau berhenti, lalu memohon dan ketika melewati ayat adzab, beliau berhenti dan me-mohon perlindungan.”[9]

11. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
Beliau adalah seorang imam dalam arti yang sebenarnya, beliau adalah Syaikhul Islam, pembela Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pengekang bid’ah, tokoh orang-orang zuhud dan pemilik sanad.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Ahmad, dia berkata, “Setiap harinya ayahku membaca al-Qur-an sebanyak tujuh kali dan dia mengkhatamkan al-Qur-an setiap tujuh hari, dan pada setiap tujuh malam dia juga biasa mengkhatamkan al-Qur-an selain pada waktu shalat di siang hari. Pada suatu saat, dia melakukan shalat ‘Isya’, lalu tidur sebentar dan kemudian bangun hingga Shubuh, ketika itu dia melakukan shalat dan berdo’a.”[10]

‘Abdullah bin Ahmad juga berkata, “Dalam sehari semalam, ayahku melakukan shalat sebanyak tiga ratus raka’at. Tatkala dia jatuh sakit akibat cambukan-cambukan tersebut (ketika terjadi fitnah tentang polemik bahwa al-Qur-an adalah makhluk,-Pent.), hal itu membuatnya lemah, maka akhirnya dia melakukan shalat dalam sehari semalam sebanyak seratus lima puluh raka’at.”[11]

Hilal bin al-‘Ala’ berkata, “Asy-Syafi’i, Yahya bin Ma’in dan Ahmad bin Hanbal pernah keluar menuju Makkah, tatkala mereka sampai di Makkah, mereka singgah di suatu tempat. Asy-Syafi’i langsung berbaring dan Yahya bin Ma’in pun demikian, sedangkan Ahmad bin Ahmad berdiri melakukan shalat. Tatkala memasuki waktu Shubuh, asy-Syafi’i berkata, ‘Sungguh aku telah membahas dua ratus masalah untuk kaum muslimin.’ Yahya bin Ma’in berkata: ‘Aku telah menghilangkan dua ratus pendusta dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Dan Ahmad berkata, ‘Aku telah melakukan shalat beberapa raka’at yang di dalamnya aku telah mengkhatamkan al-Qur-an.`”[12]

12. Syaikhul Muhadditsin Abu ‘Abdillah al-Bukhari rahimahullah
Hadits-haditsnya telah diterima oleh ummat ini, direkomendasikan oleh orang-orang pintar, diberikan komentar oleh para ulama, dihafal oleh orang-orang yang cerdas dan dibawa oleh kendaraan-kendaraan unta.

Muhammad al-Warraq berkata, “Abu ‘Abdil-lah al-Bukhari selalu melakukan shalat pada waktu sahur sebanyak tiga belas raka’at.”[13]

Bakr bin Munir berkata, “Pada suatu malam, Muhammad al-Bukhari melakukan shalat, tiba-tiba seekor lalat kerbau (sejenis serangga) menyengatnya sebanyak tujuh belas kali, tatkala selesai shalat, al-Bukhari berkata, ‘Lihatlah binatang yang telah menyakitiku ini (seakan-akan dia menganggapnya ringan).`”[14]

Pada waktu sahur, dia membaca al-Qur-an kira-kira antara separuh dan sepertiga al-Qur-an, maka ketika waktu sahur, dia bisa mengkhatam-kan al-Qur-an pada setiap tiga malam sekali.

Disebutkan dalam sebuah sya’ir:

مَـنَاقِبُ كَنُجُـوْمِ اللَّيْلِ ظَاهِـرَةٌ
قَدْ زَانَهَا الدِّيْنَ وَاْلأَخْلاَقَ وَالشِّيَمَ

Biografi yang cukup jelas bagaikan bintang-bintang di malam hari
Sungguh biografinya ini telah dihiasi oleh agama, akhlak dan adat kebiasaan.

Gambaran Ibadah Para Tabi’in Wanita:
1. Mu’adzah al-‘Adawiyah رحمها الله
Dia adalah seorang wanita ahli ibadah, wanita zuhud dan murid dari Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma.

Ketika siang hari, Mu’adzah berkata, “Ini adalah hariku di mana aku akan mati padanya.” Maka Mu’adzah tidak tidur hingga sore hari. Dan ketika malam, ia pun berkata, “Ini adalah malamku di mana aku akan mati padanya.” Maka ia pun tidak tidur hingga Shubuh.[15]

Diriwayatkan bahwa Mu’adzah tidak memakai bantal ketika tidur setelah pernikahannya dengan Abu ash-Shahba’ hingga ia meninggal. Dia pernah berkata, “Sungguh aneh keadaan mata yang masih bisa tertidur, padahal dia telah mengetahui lamanya tidur di kegelapan alam kubur.”

Diriwayatkan bahwa Mu’adzah melakukan shalat pada siang hari sebanyak enam ratus raka’at.[16]

Sebagian penya’ir melontarkan sya’irnya:

أَثَـارَ التَّـذَاكِرُ أَحْـزَانُـهُ
فَـثَارَ وَأَبْـدَى لَنَا شَأْنُـهُ
وَقَـامَ وَسَتَرَ الدُّجَى مُسْبِلُ
فَأَسْبَلَ بِالدَّمْـعِ أَجْفَانُـهُ
وَبَكَى ذُنُوْبًا لَهُ قَـدْ مَضَتْ
فَأَبْـكَى عَـدَاهُ وَخَـلاَنُهُ
وَمَنْ لَمْ يَكُنْ قَلْبُـهُ جُمْرَةُ
فَهَـذَا لِعُمْرِكَ قَـدْ كَانَـهُ

Bekas-bekas dzikir adalah kesedihannya
Maka bergejolak dan tampaklah bagi kita akan keadaannya.
Kegelapan telah berdiri dan menutupi sambil menurunkan
Maka turunlah kelopak matanya akibat air mata.
Dia menangisi dosa-dosanya yang telah lalu
Maka dia membuat orang lain dan kekasih-nya menangis.
Barangsiapa yang hatinya itu bukan berupa bara api
Maka demi usiamu, inilah dia adanya
.[17]

2. Hafshah bintu Sirin رحمهما الله
Dia adalah saudara perempuan Muhammad bin Sirin. Dia termasuk wanita ahli ibadah dan wanita yang taat. Dia termasuk wanita yang dapat dipercaya (tsiqah) yang menjadi tempat mendapatkan hadits.

Hisyam bin Hassan berkata, “Tempat tidur Hafshah bintu Sirin adalah tempat shalatnya selama empat puluh tahun.”

Mahdi bin Maimun berkata, “Hafshah bintu Sirin menetap di tempat shalatnya selama tiga puluh tahun, dia tidak akan keluar kecuali jika ada yang bertanya atau karena memenuhi hajatnya.”

‘Abdul Karim bin Mu’awiyah berkata, “Disebutkan kepadaku dari Hafshah bintu Sirin bahwa dia selalu membaca separuh al-Qur-an setiap malam, dia berpuasa selama setahun penuh dan tidak berpuasa hanya pada dua hari raya dan hari-hari tasyriq saja.”

Hafshah pernah berkata, “Wahai para pemuda, ambillah bagian dari diri kalian selama kalian masih muda. Demi Allah, sesungguhnya aku tidak melihat adanya amal perbuatan kecuali di kala masih muda.”[18]

Disebutkan dalam sebuah sya’ir:

لَوْ عَلِمَ الرَّاقِـدُوْنَ مَا رَقَـدُوْا
وَلاَ تَـهَنِى مَـنَامَـهُ أَحَـدُ
يَا أَيُّـهَا النَّائِمُـوْنَ وَيْحَكُـمْ
قَدْ فَازَ مَنْ فِي الظَّلاَمِ يَجْتَـهِدُ
إِنْ كُنْـتُمْ نَـوْمًـا فَإِنَّ لَـهُ
رِجَالُ صِـدْقٍ لَهُ قَـدِ انْفَرِدُوْا

Seandainya orang-orang yang tidur itu mengetahui, pastilah mereka tidak akan tidur.

Dan tiada seorang pun yang bisa tidur tenang.
Wahai orang-orang yang tidur, sungguh kalian celaka.
Sungguh beruntunglah orang yang bersungguh-sungguh di dalam kegelapan.
Jika kalian tidur, maka dia akan memilikinya.

Orang-orang yang jujur telah menyendiri (darinya).[19]

[Disalin dari kitab “Kaanuu Qaliilan minal Laili maa Yahja’uun” karya Muhammad bin Su’ud al-‘Uraifi diberi pengantar oleh Syaikh ‘Abdullah al-Jibrin, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Shalat Tahajjud, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1] Siyar A’laamin Nubalaa’ (VI/399).
[2] Siyar A’laamin Nubalaa’ (VI/399).
[3] Taariikh Baghdaad (III/157).
[4] Lihat Tartiibul Madaarik wa Taqriibul Masaalik li Ma’rifati A’laami Madzhab Malik, karya al-Qadhi ‘Iyah, (I/177).
[5] Lihat Tartiibul Madaarik (I/178).
[6] LihatManaaqib asy-Syafi’i, karya Ibnul Atsir, (hal. 108) dan Manaaqib asy-Syafi’i, karya Ibnu Katsir, (hal. 210).
[7] Lihat Manaaqib asy-Syafi’i, karya al-Baihaqi, (II/159) dan Tadzkiratul Huffaazh, karya adz-Dzahabi, (I/362).
[8] Manaaqib asy-Syafi’i, karya ar-Razi, (hal. 127).
[9] Manaaqib asy-Syafi’i, karya Ibnu Katsir, (hal. 213).
[10] Lihat Hilyatul Auliyaa’, (IX/181).
[11] Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’, (XI/212).
[12] Lihat Manaaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, karya Ibnul Jauzi (hal. 287).
[13] Siyar A’laamin Nubalaa’ (II/441).
[14] Lihat Taariikh Baghdaad (II/12).
[15] Lihat Mukhtashar Qiyaamil Lail, (hal. 26).
[16] Lihat Shifatush Shafwah, (IV/19).
[17] Ash-Shalaah wat Tahajjud, (hal. 344).
[18] Lihat Shifatush Shafwah, (IV/21-26).
[19] Lihat ash-Shalaah wat Tahajjud, (hal. 396).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/704-keadaan-salafush-shalih-di-malam-hari-2.html